A. Penyesuaian Diri & Pertumbuhan
1. Penyesuaian Diri
Menurut
Schneiders (dalam Patosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk
mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan
mekanisme psikologi yang tepat. Sawrey dan Telford (dalam Colhoun &
Acocella, 1990) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai interaksi terus-menerus
antara individu dengan lingkungannya yang melibatkan sistem behavioral,
kognisi, dan emosional. Dalam interaksi tersebut baik individu maupun
lingkungan menjadi agen perubahan. Penyesuaian dapat didefenisikan sebagai
interaksi yang kontiniu dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan
dunia. Ketiga faktor ini secara konsisten mempengaruhi seseorang. Hubungan ini
bersifat timbal balik (Calhoun & Acocella, 1990).
Dari
pendapat para ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa penyesuaian diri adalah
kemampuan individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya,
untuk mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau
tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya.
2. Pertumbuhan Personal
a. Penekanan
Pertumbuhan, Penyesuaian Diri, & Pertumbuhan
Schneiders
(1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang baik meliputi enam aspek
sebagai berikut :
-
Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih
Aspek
pertama menekankan kepada adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang
memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan dapat
menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan
berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih kepada kontrol emosi ketika
menghadapi situasi tertentu.
-
Tidak terdapat mekanisme psikologis
Aspek kedua
menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang
normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian
mekanisme pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu
kondisi. Individu dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang
dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Individu
dikatakan mengalami gangguan penyesuaian jika individu mengalami kegagalan dan
menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk dicapai.
-
Tidak terdapat perasaan frustrasi personal
Penyesuaian
dikatakan normal ketika seseorang bebas dari frustasi personal. Perasaan
frustasi membuat seseorang sulit untuk bereaksi secara normal terhadap situasi
atau masalah. Individu yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak
berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir
kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi
situasi yang menuntut penyelesaian.
-
Kemampuan untuk belajar
Proses dari
penyesuaian yang normal bisa diidentifikasikan dengan pertumbuhan dan
perkembangan dalam pemecahan situasi yang penuh dengan konflik, frustasi atau
stres. Penyesuaian normal yang ditunjukkan individu merupakan proses belajar
berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya
mengatasi situasi konflik dan stres.
-
Pemanfaatan pengalaman masa lalu
Dalam proses
pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman di masa lalu itu penting. Ini
merupakan salah satu cara dimana organism belajar. Individu dapat menggunakan
pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar. Individu
dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan
mengganggu penyesuaiannya.
-
Sikap realistik dan objektif
Penyesuaian
yang normal secara konsisten berhubungan dengan sikap realistik dan objektif.
Sikap yang realistik dan objektif adalah berdasarkan pembelajaran, pengalaman
masa lalu, pemikiran rasional mampu menilai situasi, masalah atau keterbatasan
personal seperti apa adanya. Sikap yang realistik dan objektif bersumber pada
pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan
individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya.
-
Pertimbangan rasional dan pengarahkan diri
Individu
memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau
konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk
memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang
normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila
individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi
yang menimbulkan konflik.
b. Variasi
Dalam Pertumbuhan
Sawrey dan
Telford (dalam Calhoun & Acocella, 1995) mengemukakan bahwa penyesuaian
bervariasi sifatnya, apakah sesuai atau tidak dengan keinginan sosial, sesuai
atau tidak dengan keinginan personal, menunjukkan konformitas sosial atau
tidak, dan atau kombinasi dari beberapa sifat di atas. Sawrey dan Telford lebih
jauh lagi mengemukakan bahwa penyesuaian yang dilakukan tergantung pada
sejumlah faktor yaitu pengalaman terdahulu, sumber frustrasi, kekuatan
motivasi, dan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah.
-
Keadaan fisik
Kondisi fisik
individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan
sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian
diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan melatarbelakangi
adanya hambatan pada individu dalam
melaksanakan
penyesuaian diri.
-
Perkembangan dan kematangan
Bentuk-bentuk
penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan. Sejalan
dengan perkembangannya, individu meninggalkan tingkah laku infantil dalam
merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran semata,
melainkan karena individu menjadi lebih matang. Kematangan individu dalam segi
intelektual, sosial, moral, dan emosi mempengaruhi bagaimana individu melakukan
penyesuaian diri.
-
Keadaan psikologis
Keadaan
mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik,
sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi, kecemasan dan cacat mental
akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan
mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras
dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk
dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep
diri, dan keyakinan diri.
-
Keadaan lingkungan
Keadaan
lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh penerimaan dan pengertian,
serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan
lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila
individu tinggal di lingkungan yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman,
maka individu tersebut akan mengalami gangguan dalam melakukan proses
penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan
keluarga. Sekolah bukan hanya memberikan pendidikan bagi individu dalam segi
intelektual, tetapi juga dalam aspek sosial dan moral yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari. Sekolah juga berpengaruh dalam pembentukan minat,
keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang menjadi dasar penyesuaian diri yang baik
(Schneiders, 1964).
Keadaan keluarga memegang peranan penting pada individu dalam
melakukan penyesuaian diri. Susunan individu dalam keluarga, banyaknya anggota
keluarga, peran sosial individu serta pola hubungan orang tua dan anak dapat mempengaruhi
individu dalam melakukan penyesuaian diri. Keluarga dengan jumlah anggota yang
banyak mengharuskan anggota untuk menyesuaikan perilakunya dengan harapan dan
hak anggota keluarga yang lain. Situasi tersebut dapat mempermudah penyesuaian
diri, proses belajar, dan sosialisasi atau justru memunculkan persaingan,
kecemburuan, dan agresi. Setiap individu dalam keluarga memainkan peran sosial
sesuai dengan harapan dan sikap anggota keluarga yang lain. Orang tua memiliki
sikap dan harapan supaya anak berperan sesuai dengan jenis kelamin dan usianya.
Sikap dan
harapan orang tua yang realistik dapat membantu remaja mencapai kedewasaannya
sehingga remaja dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan dan tanggung jawab.
Sikap orang tua yang overprotektif atau kurang peduli akan menghasilkan remaja
yang kurang mampu menyesuaikan diri. Hubungan anak dengan orang tua dapat
mempengaruhi penyesuaian diri. Penerimaan orang tua terhadap remaja memberikan
penghargaan, rasa aman, kepercayaan diri, afeksi pada remaja yang mendukung
penyesuaian diri dan stabilitas mental. Sebaliknya, penolakan orang tua
menimbulkan permusuhan dan kenakalan remaja. Identifikasi anak pada orang tua
juga mempengaruhi penyesuaian diri. Apabila orang tua merupakan model yang
baik, identifikasi akan menghasilkan pengaruh yang baik terhadap penyesuaian
diri.
-
Tingkat religiusitas dan kebudayaan
Religiusitas
merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang dapat digunakan untuk
mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis lain. Religiusitas memberi
nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas
hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi
dalam hidupnya (Schneiders, 1964). Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan
suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan
diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.
c.
Kondisi-Kondisi Untuk Bertumbuh
Merill &
Verbrugge (dalam Papalia, 2008) mengatakan beberapa perubahan fisiologis
merupakan akibat dari usia dan genetik, faktor perilaku dan gaya hidup yang
dimulai dari masa muda dapat mempengaruhi kecenderungan, penentuan waktu, dan
luas perubahan fisik. Untuk alasan yang sama, kebiasaan kesehatan dan gaya
hidup pada masa paruh baya mempengaruhi apa yang terjadi pada tahun-tahun
berikutnya. Orang-orang yang membatasi keterpaparan diri mereka terhadap
matahari dapat meminimalisir kerut dan menghindari kanker kulit, dan orang yang
aktif secara fisik dapat mempertahankan kekuatan otot prediktor yang sangat
kuat terhadap kondisi fisik di usia tua, Rantanen ( dalam papalia, 2008).
-
Kinerja sensori dan psikomotor
Masalah
penglihatan yang berkaitan dengan usia sebagain besar terjadi pada lima daerah
: near, vision, dynamic vision, sensitivity to light, visual search ( misalnya,
menemukan lokasi sinyal), dan kecepatan memproses informasi visual, Kline
(dalam Papalia, 2008). Umumnya adalah sedikit kemunduran dalam visual acuity :
atau ketajaman pendengaran. Karena perubahan pada pupil mata, orang – orang
usia pertengahan membutuhkan cahaya yang lebih cerah untuk mengompensasi
penurunan tingkat cahaya yang dapat mencapai retina, Belbin (dalam Papalia,
2008).
Banyak orang
usia 40 dan lebih tua memerlukan kacamata baca karena prebyopia (rabun jauh),
penurunan kemampuan untuk fokus pada objek dekat kondisi yang dikaitkan dengan
usia. Myopia juga meningkatkan pada usia pertengahan, Merill & Verbrugge
(dalam Papalia, 2008) . Bifocal dan trifocal kacamata yang lensa bacanya
digabung dengan lensa untuk pandangan jauh membantu mata menyesuaikan antara
objek dekat dan jauh.
Orang dewasa
mulai kehilangan sensitivitas seutuhnya setelah usia 45 tahun, dan terdapat
rasa sakit setelah usia 50 tahun. Akan tetapi, rasa sakit berfungsi sebagai
proteksi terus bertahan, walaupun orang-orang merasa kurang sakit, akan tetapi
mereka semakin tidak mampu menoleransinya, Katchadourian (dalam Papalia, 2008).
Kekuatan dan
koordinasi menurun secara perlahan dari puncak sepanjang usia dua puluhan.
Sebagian kehilangan kekuatan otot mulai terlihat pada usia 45 tahun, 10 persen
15 persen dari kekuatan maksimum mungkin menghilang pada usia 60. Kebanyakan
orang memerhatikan bahwa pelemahan pertama terjadi pada otot betis luar dan
dalam lalu kemudian pada lengan dan bahu dua bagian yang terakhir baru akan
terjadi ketika memasuki usia 60-an. Alasan hilangnya kekuatan ini adalah
hilangnya serat otot yang digantikan oleh lemak. Pada usia paruh baya lemak
tubuh yang hanya merupakan 10 persen dari berat tubuh sepanjang masa remaja
mencapai paling tidak 20 persen, Katchadourian (dalam Papalia 2008). Akan tetapi
terdapat perbedaan individu besar disana, dan menjadi semakin besar pada setiap
dekade yang berlalu (Spirduso & MacRae, 1990; Vercruyssen, 1997) (dalam
Papalia, 2008). Latihan beban dapat mencegah kehilangan tersebut dan bahkan
mengembalikan kekuatan tersebut, Whitbourne (dalam Papalia, 2008).
-
Perubahan Struktur dan Sistemik
Perubahan
fisik berkaitan dengan tingkat penggantian yang melambat, rambut tanpak semakin
tipis dan keabu-abuan seiring dengan menurunnya reproduksi melanin yang
merupakan agen pigmen. Orang-orang bekeringat semakin sedikit karena jumlah
kelenjar keringat menurun. Mereka cenderung menambah berat badan karena
akumulasi lemak tubuh, dan kehilangan tinggi badan karena pengerutan cakram
tulang belakang (Intervertebral disc), Merrill & Verbrugge (dalam Papalia,
2008).
Densitas
tulang umumnya mencapai puncak pasa usia dua puluh atau tiga puluhan. Setelah
itu, orang biasanya akan mengalami kehilangan jaringan tulang beriringan
semakin banyaknya kalsium yang diserap ketimbang yang diganti, menyebabkan
tulang menjadi semakin tipis dan rapuh. Kehilangan tulang mengalami percepatan
pada usia lima puluh dan enam puluhan, hal tersebut terjadi dua kali lebih
cepat pada wanita dibandingkan pria, dan terkadang mengarah pada osteoporosis
Merrill & Verbgrugge, (dalam Papalia 2008).
-
Seksual dan Kinerja Reproduksi
Menopause,
terjadi ketika wanita berhenti berovulasi dan menstruasi, dan tidak lagi dapat
hamil. Kondisi ini biasanya terjadi satu tahun setelah periode menstruasi
terakhir terjadi. Dalam perbandingannya satu banding empat, kondisi ini terjadi
antara usia 45 dan 55, rata-rata terjadi pada usia 50 atau 51 tahun (Papalia
2008).
d. Fenomena
Pertumbuhan
Bulimia
Nervosa adalah perilaku seseorang yang berhubungan dengan makanan.
Bulimia nervosa pada dasarnya merupakan penyakit mental yang bisa diakibatkan oleh gabungan kausa dibawah ini :
Bulimia nervosa pada dasarnya merupakan penyakit mental yang bisa diakibatkan oleh gabungan kausa dibawah ini :
Biologis.
Pada beberapa orang, penyakit ini diturunkan secara genetik. Orang dengan
saudara kandung/ orang tua yang terkena eating disorders pun sering ditemukan
mengidap penyakit serupa. Bahkan beberapa penelitian mengatakan bahwa
serotonin, sebuah zat kimia yang secara natural ada dalam otak dapat
mempengaruhi perilaku makan karena hubungannya dengan regulasi kebutuhan
makanan. Kesehatan psikologis dan emosi, mereka dengan eating disorders umumnya
memiliki psikologis dan emosi yang mendukung penyakit tersebut. Mereka
cenderung memiliki penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah, perilaku
impulsif, kesulitan meregulasi kemarahan, konflik keluarga dan kesulitan dalam
bergaul, misalnya. Isu sosiokultur. Pada jaman sekarang, lingkungan sering kali
seolah olah menuntut para perempuan untuk selalu tampil ramping.Berbagai media
dan industri entertainment selalu fokus pada penampilan dan bentuk tubuh.
Tekanan sebaya sering kali menimbulkan keinginan untuk menjadi langsing,
seperti yang sering ditemukan pada remaja putri.
Tanda-Tanda
Bulimia Nervosa adalah sebagai berikut :
- Pengulangan
makan cepat, banyak dan lahap dalam waktu tertentu minimal dilakukan 2 kali /
minggu dan paling sedikit 3 bulan sekali.
- Munculnya
perasaan tidak mampu mengontrol perilaku makan selama makan dengan lahap dan
banyak tersebut.
-
Memuntahkan kembali makanannya menggunakan obat-obatan pencahar atau diretikum.
Umumnya, pemuntahan dilakukan sembunyi-sembunyi, bisa 20 kali/hari atau bahkan
lebih.
- Berdiet
ketat atau berpuasa, berlatih olahraga keras.
- Evaluasi
dan perhatiannya pada berat badan sangat sering dan intensif.
Seperti halnya anorexia, bulimia juga sering diderita remaja putri hingga dewasa, biasa berasal dari orang tua yang overweight atau obese. Tanda-tanda lain terjadinya bulimia nervosa adalah penurunan atau kenaikan berat badan yang berarti, segera pergi kekamar mandi setelah makan, depresi, diet ketat yang diikuti makan banyak dan lahap, serta sangat kritis terhadap ukuran dan bentuk tubuh.
B. STRESS
1. Arti Penting Stress
Stress
adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk
ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat
membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada
dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental.
Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena
stress, disebut strain.
Definisi
Stress dan Faktor Individual dan Sosial yang Menjadi Penyebab Stress
Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyaikonotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.
Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyaikonotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.
Faktor-faktor
stress yaitu :
-
Faktor sosial
Selain
peristiwa penting, ternyata tugas rutin sehari-hari juga berpengaruh terhadap
kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi. Dukungan sosial turut
mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi stres.
Dukungan
sosial mencakup: Dukungan emosional, seperti rasa dikasihi. Dukungan nyata,
seperti bantuan atau jasa, dan dukungan informasi, misalnya nasehat dan
keterangan mengenai masalah tertentu.
-
Faktor Individual
Tatkala
seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua karakteristik pada
stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu yaitu:
Berapa lamanya (duration) ia harus menghadapi stresor itu dan berapa terduganya
stresor itu (predictability).
2. Tipe-Tipe
Stress Psikologis
-
Tekanan
Tekanan bisa
timbul dari dalam dan luar diri kita,terkadang tekanan lebih sering timbul dari
luar diri kita yaitu semisal dari lingkungan. Baiknya apabila merasa sudah
dalam keadaan tertekan kita harus bisa mengutarakannya agar kita bisa terhindar
dari keadaan stress tersebut.
-
Frustasi
Situasi ini
timbul karena suatu kejadian hal yang tidak mengenakan,semisal kita sudah
berusaha belajar dengan baik dengan harapan mendapatkan reward (nilai) yang
baik atau sesuai dengan usaha yang kita lakukan,tapi pada kenyataannya nilai
yang kita dapat malah buruk,itu mengakibatkan diri seseorang frustasi,terkadang
menjurus ke perasaan putus asa.
-
Konflik
Ini bisa
timbul di karenakan dua belah pihak mempunyai satu tujuan hanya jalannya
berbeda,ini mengakibatkan seseorang terjebak dalam sebuah konflik dan pastinya
hal ini akan membuat seseorang stress. Karena tidak semua orang bisa menghadapi
konflik yang iya terima,terkadang membutuhkan pihak ke 3 untuk menyelesaikan
konflik yang mereka alami.
-
Kecemasan
Ini terjadi
karena tingkat panik yang berlebihan dan tak bisa mengontrol paniknya itu, dan
dia tidak bisa menghadapi keadaan di sekitarnya.
3. Symptom-reducing responses
terhadap stress
Menurut
Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari
dua bentuk, yaitu :
- Coping
yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus
untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh
individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
- Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
- Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
4.
Pendekatan ‘Problem-Solving’ Terhadap Stress
Terdapat
beberapa strategi coping stress yang bisa dilakukan oleh seseorang yang
mengalami stress. Menurut Arthur Stone dan Jhon Neale (dalam Benjamin, dkk,
1987) terdapat 8 (delapan) kategori strategi coping stress, yaitu:
Direct
action (tindakan langsung) : Individu memikirkan dan mencari pemecahan
permasalahannya dan kemudian melakukan sesuatu atau bertindak untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
Acceptance
(penerimaan) : Individu mampu menerima kenyataan bahwa keadaan stres tersebut
telah terjadi dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk menghindari masalah
tersebut.
Destruction
(pengacauan masalah) : Individu melibatkan diri pada aktivitas lain dan memaksakan diri
untuk memecahkan masalah lain.
Situation redefenition (mendefenisikan ulang
situasi) : Mendefenisikan situasi dengan memikirkan masalah dengan cara yang
berbeda agar situasi stres tersebut menjadi dapat diterima.
Catharsis (katarsis) : Mencari
pelepasan emosi sebagai alat untuk mengurangi ketegangan dari stres.
Relaxation
techniques (teknik relaksasi) : Merupakan cara untuk mengurangi tekanan yang
dialami individu.
Social
support (dukungan sosial) : Mencari dukungan sosial, misalnya dari teman,
orang yang dicintai, psikolog atau dari lingkungan masyarakat sekitar untuk
mengurangi stres.
Religious
strategy (strategi keagamaan) : Mencari ketenangan spiritual yang diperoleh
dari teman, orang tua atau pemuka agama. Strategi ini dapat ditempuh dengan
perilaku seperti berdoa. Berdoa diyakini dapat membuat individu mampu
menghadapi berbagai situasi yang penuh tekanan.
Strategi
penanganan stres juga dapat digolongkan menjadi mendekat (approach) atau
menjauh (avoidance). Strategi mendekat (approach strategies) meliputi usaha
kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab
stres tersebut dengan cara menghadapinya secara langsung. Strategi menghindar
(avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau
meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku untuk
menarik diri atau menghindar dari penyebab stres (Santrock, 1998).
Sumber :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33593/4/Chapter%20II.pdf
http://www.psychologymania.com/2012/12/strategi-coping-stress.html
0 komentar:
Posting Komentar