Kesehatan Mental 2

A. Penyesuaian Diri & Pertumbuhan


1. Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (dalam Patosuwido, 1993) penyesuaian diri merupakan kemampuan untuk mengatasi tekanan kebutuhan, frustrasi dan kemampuan untuk mengembangkan mekanisme psikologi yang tepat. Sawrey dan Telford (dalam Colhoun & Acocella, 1990) mendefinisikan penyesuaian diri sebagai interaksi terus-menerus antara individu dengan lingkungannya yang melibatkan sistem behavioral, kognisi, dan emosional. Dalam interaksi tersebut baik individu maupun lingkungan menjadi agen perubahan. Penyesuaian dapat didefenisikan sebagai interaksi yang kontiniu dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia. Ketiga faktor ini secara konsisten mempengaruhi seseorang. Hubungan ini bersifat timbal balik (Calhoun & Acocella, 1990).
Dari pendapat para ahli di atas, dapat di simpulkan bahwa penyesuaian diri adalah kemampuan individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya, untuk mempertemukan tuntutan diri dan lingkungan agar tercapai keadaan atau tujuan yang diharapkan oleh diri sendiri dan lingkungannya.


2. Pertumbuhan Personal
a. Penekanan Pertumbuhan, Penyesuaian Diri, & Pertumbuhan
Schneiders (1964) mengungkapkan bahwa penyesuaian diri yang baik meliputi enam aspek sebagai berikut :

- Tidak terdapat emosionalitas yang berlebih
Aspek pertama menekankan kepada adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan dapat menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul hambatan. Bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih kepada kontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu.

- Tidak terdapat mekanisme psikologis
Aspek kedua menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon yang normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian mekanisme pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu kondisi. Individu dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Individu dikatakan mengalami gangguan penyesuaian jika individu mengalami kegagalan dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk dicapai.

- Tidak terdapat perasaan frustrasi personal
Penyesuaian dikatakan normal ketika seseorang bebas dari frustasi personal. Perasaan frustasi membuat seseorang sulit untuk bereaksi secara normal terhadap situasi atau masalah. Individu yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang menuntut penyelesaian.

- Kemampuan untuk belajar
Proses dari penyesuaian yang normal bisa diidentifikasikan dengan pertumbuhan dan perkembangan dalam pemecahan situasi yang penuh dengan konflik, frustasi atau stres. Penyesuaian normal yang ditunjukkan individu merupakan proses belajar berkesinambungan dari perkembangan individu sebagai hasil dari kemampuannya mengatasi situasi konflik dan stres.

- Pemanfaatan pengalaman masa lalu
Dalam proses pertumbuhan dan perubahan, penggunaan pengalaman di masa lalu itu penting. Ini merupakan salah satu cara dimana organism belajar. Individu dapat menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui proses belajar. Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang membantu dan mengganggu penyesuaiannya.

- Sikap realistik dan objektif
Penyesuaian yang normal secara konsisten berhubungan dengan sikap realistik dan objektif. Sikap yang realistik dan objektif adalah berdasarkan pembelajaran, pengalaman masa lalu, pemikiran rasional mampu menilai situasi, masalah atau keterbatasan personal seperti apa adanya. Sikap yang realistik dan objektif bersumber pada pemikiran yang rasional, kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

- Pertimbangan rasional dan pengarahkan diri
Individu memiliki kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan penyesuaian yang normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.

b. Variasi Dalam Pertumbuhan
Sawrey dan Telford (dalam Calhoun & Acocella, 1995) mengemukakan bahwa penyesuaian bervariasi sifatnya, apakah sesuai atau tidak dengan keinginan sosial, sesuai atau tidak dengan keinginan personal, menunjukkan konformitas sosial atau tidak, dan atau kombinasi dari beberapa sifat di atas. Sawrey dan Telford lebih jauh lagi mengemukakan bahwa penyesuaian yang dilakukan tergantung pada sejumlah faktor yaitu pengalaman terdahulu, sumber frustrasi, kekuatan motivasi, dan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah.

- Keadaan fisik
Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam
melaksanakan penyesuaian diri.

- Perkembangan dan kematangan
Bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap tahap perkembangan. Sejalan dengan perkembangannya, individu meninggalkan tingkah laku infantil dalam merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena proses pembelajaran semata, melainkan karena individu menjadi lebih matang. Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri.

- Keadaan psikologis
Keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi, kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.

- Keadaan lingkungan
Keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di lingkungan yang tidak tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan mengalami gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri. Keadaan lingkungan yang dimaksud meliputi sekolah, rumah, dan keluarga. Sekolah bukan hanya memberikan pendidikan bagi individu dalam segi intelektual, tetapi juga dalam aspek sosial dan moral yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sekolah juga berpengaruh dalam pembentukan minat, keyakinan, sikap dan nilai-nilai yang menjadi dasar penyesuaian diri yang baik (Schneiders, 1964).
Keadaan keluarga memegang peranan penting pada individu dalam melakukan penyesuaian diri. Susunan individu dalam keluarga, banyaknya anggota keluarga, peran sosial individu serta pola hubungan orang tua dan anak dapat mempengaruhi individu dalam melakukan penyesuaian diri. Keluarga dengan jumlah anggota yang banyak mengharuskan anggota untuk menyesuaikan perilakunya dengan harapan dan hak anggota keluarga yang lain. Situasi tersebut dapat mempermudah penyesuaian diri, proses belajar, dan sosialisasi atau justru memunculkan persaingan, kecemburuan, dan agresi. Setiap individu dalam keluarga memainkan peran sosial sesuai dengan harapan dan sikap anggota keluarga yang lain. Orang tua memiliki sikap dan harapan supaya anak berperan sesuai dengan jenis kelamin dan usianya.
Sikap dan harapan orang tua yang realistik dapat membantu remaja mencapai kedewasaannya sehingga remaja dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan dan tanggung jawab. Sikap orang tua yang overprotektif atau kurang peduli akan menghasilkan remaja yang kurang mampu menyesuaikan diri. Hubungan anak dengan orang tua dapat mempengaruhi penyesuaian diri. Penerimaan orang tua terhadap remaja memberikan penghargaan, rasa aman, kepercayaan diri, afeksi pada remaja yang mendukung penyesuaian diri dan stabilitas mental. Sebaliknya, penolakan orang tua menimbulkan permusuhan dan kenakalan remaja. Identifikasi anak pada orang tua juga mempengaruhi penyesuaian diri. Apabila orang tua merupakan model yang baik, identifikasi akan menghasilkan pengaruh yang baik terhadap penyesuaian diri.

- Tingkat religiusitas dan kebudayaan
Religiusitas merupakan faktor yang memberikan suasana psikologis yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik, frustrasi dan ketegangan psikis lain. Religiusitas memberi nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan, dan stabilitas hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam hidupnya (Schneiders, 1964). Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang membentuk watak dan tingkah laku individu untuk menyesuaikan diri dengan baik atau justru membentuk individu yang sulit menyesuaikan diri.

c. Kondisi-Kondisi Untuk Bertumbuh
Merill & Verbrugge (dalam Papalia, 2008) mengatakan beberapa perubahan fisiologis merupakan akibat dari usia dan genetik, faktor perilaku dan gaya hidup yang dimulai dari masa muda dapat mempengaruhi kecenderungan, penentuan waktu, dan luas perubahan fisik. Untuk alasan yang sama, kebiasaan kesehatan dan gaya hidup pada masa paruh baya mempengaruhi apa yang terjadi pada tahun-tahun berikutnya. Orang-orang yang membatasi keterpaparan diri mereka terhadap matahari dapat meminimalisir kerut dan menghindari kanker kulit, dan orang yang aktif secara fisik dapat mempertahankan kekuatan otot prediktor yang sangat kuat terhadap kondisi fisik di usia tua, Rantanen ( dalam papalia, 2008).

- Kinerja sensori dan psikomotor
Masalah penglihatan yang berkaitan dengan usia sebagain besar terjadi pada lima daerah : near, vision, dynamic vision, sensitivity to light, visual search ( misalnya, menemukan lokasi sinyal), dan kecepatan memproses informasi visual, Kline (dalam Papalia, 2008). Umumnya adalah sedikit kemunduran dalam visual acuity : atau ketajaman pendengaran. Karena perubahan pada pupil mata, orang – orang usia pertengahan membutuhkan cahaya yang lebih cerah untuk mengompensasi penurunan tingkat cahaya yang dapat mencapai retina, Belbin (dalam Papalia, 2008).
Banyak orang usia 40 dan lebih tua memerlukan kacamata baca karena prebyopia (rabun jauh), penurunan kemampuan untuk fokus pada objek dekat kondisi yang dikaitkan dengan usia. Myopia juga meningkatkan pada usia pertengahan, Merill & Verbrugge (dalam Papalia, 2008) . Bifocal dan trifocal kacamata yang lensa bacanya digabung dengan lensa untuk pandangan jauh membantu mata menyesuaikan antara objek dekat dan jauh.

Orang dewasa mulai kehilangan sensitivitas seutuhnya setelah usia 45 tahun, dan terdapat rasa sakit setelah usia 50 tahun. Akan tetapi, rasa sakit berfungsi sebagai proteksi terus bertahan, walaupun orang-orang merasa kurang sakit, akan tetapi mereka semakin tidak mampu menoleransinya, Katchadourian (dalam Papalia, 2008).
Kekuatan dan koordinasi menurun secara perlahan dari puncak sepanjang usia dua puluhan. Sebagian kehilangan kekuatan otot mulai terlihat pada usia 45 tahun, 10 persen 15 persen dari kekuatan maksimum mungkin menghilang pada usia 60. Kebanyakan orang memerhatikan bahwa pelemahan pertama terjadi pada otot betis luar dan dalam lalu kemudian pada lengan dan bahu dua bagian yang terakhir baru akan terjadi ketika memasuki usia 60-an. Alasan hilangnya kekuatan ini adalah hilangnya serat otot yang digantikan oleh lemak. Pada usia paruh baya lemak tubuh yang hanya merupakan 10 persen dari berat tubuh sepanjang masa remaja mencapai paling tidak 20 persen, Katchadourian (dalam Papalia 2008). Akan tetapi terdapat perbedaan individu besar disana, dan menjadi semakin besar pada setiap dekade yang berlalu (Spirduso & MacRae, 1990; Vercruyssen, 1997) (dalam Papalia, 2008). Latihan beban dapat mencegah kehilangan tersebut dan bahkan mengembalikan kekuatan tersebut, Whitbourne (dalam Papalia, 2008).

- Perubahan Struktur dan Sistemik
Perubahan fisik berkaitan dengan tingkat penggantian yang melambat, rambut tanpak semakin tipis dan keabu-abuan seiring dengan menurunnya reproduksi melanin yang merupakan agen pigmen. Orang-orang bekeringat semakin sedikit karena jumlah kelenjar keringat menurun. Mereka cenderung menambah berat badan karena akumulasi lemak tubuh, dan kehilangan tinggi badan karena pengerutan cakram tulang belakang (Intervertebral disc), Merrill & Verbrugge (dalam Papalia, 2008).
Densitas tulang umumnya mencapai puncak pasa usia dua puluh atau tiga puluhan. Setelah itu, orang biasanya akan mengalami kehilangan jaringan tulang beriringan semakin banyaknya kalsium yang diserap ketimbang yang diganti, menyebabkan tulang menjadi semakin tipis dan rapuh. Kehilangan tulang mengalami percepatan pada usia lima puluh dan enam puluhan, hal tersebut terjadi dua kali lebih cepat pada wanita dibandingkan pria, dan terkadang mengarah pada osteoporosis Merrill & Verbgrugge, (dalam Papalia 2008).

- Seksual dan Kinerja Reproduksi
Menopause, terjadi ketika wanita berhenti berovulasi dan menstruasi, dan tidak lagi dapat hamil. Kondisi ini biasanya terjadi satu tahun setelah periode menstruasi terakhir terjadi. Dalam perbandingannya satu banding empat, kondisi ini terjadi antara usia 45 dan 55, rata-rata terjadi pada usia 50 atau 51 tahun (Papalia 2008).

d. Fenomena Pertumbuhan
Bulimia Nervosa adalah perilaku seseorang yang berhubungan dengan makanan.
Bulimia nervosa pada dasarnya merupakan penyakit mental yang bisa diakibatkan oleh gabungan kausa dibawah ini : 

Biologis. Pada beberapa orang, penyakit ini diturunkan secara genetik. Orang dengan saudara kandung/ orang tua yang terkena eating disorders pun sering ditemukan mengidap penyakit serupa. Bahkan beberapa penelitian mengatakan bahwa serotonin, sebuah zat kimia yang secara natural ada dalam otak dapat mempengaruhi perilaku makan karena hubungannya dengan regulasi kebutuhan makanan. Kesehatan psikologis dan emosi, mereka dengan eating disorders umumnya memiliki psikologis dan emosi yang mendukung penyakit tersebut. Mereka cenderung memiliki penghargaan terhadap diri sendiri yang rendah, perilaku impulsif, kesulitan meregulasi kemarahan, konflik keluarga dan kesulitan dalam bergaul, misalnya. Isu sosiokultur. Pada jaman sekarang, lingkungan sering kali seolah olah menuntut para perempuan untuk selalu tampil ramping.Berbagai media dan industri entertainment selalu fokus pada penampilan dan bentuk tubuh. Tekanan sebaya sering kali menimbulkan keinginan untuk menjadi langsing, seperti yang sering ditemukan pada remaja putri. 
Tanda-Tanda Bulimia Nervosa adalah sebagai berikut :

- Pengulangan makan cepat, banyak dan lahap dalam waktu tertentu minimal dilakukan 2 kali / minggu dan paling sedikit 3 bulan sekali.
- Munculnya perasaan tidak mampu mengontrol perilaku makan selama makan dengan lahap dan banyak tersebut.
- Memuntahkan kembali makanannya menggunakan obat-obatan pencahar atau diretikum. Umumnya, pemuntahan dilakukan sembunyi-sembunyi, bisa 20 kali/hari atau bahkan lebih.
- Berdiet ketat atau berpuasa, berlatih olahraga keras.
- Evaluasi dan perhatiannya pada berat badan sangat sering dan intensif.

Seperti halnya anorexia, bulimia juga sering diderita remaja putri hingga dewasa, biasa berasal dari orang tua yang overweight atau obese. Tanda-tanda lain terjadinya bulimia nervosa adalah penurunan atau kenaikan berat badan yang berarti, segera pergi kekamar mandi setelah makan, depresi, diet ketat yang diikuti makan banyak dan lahap, serta sangat kritis terhadap ukuran dan bentuk tubuh.

B. STRESS
1.  Arti Penting Stress
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Definisi Stress dan Faktor Individual dan Sosial yang Menjadi Penyebab Stress
Stres menurut Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyaikonotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.
Faktor-faktor stress yaitu :

- Faktor sosial
Selain peristiwa penting, ternyata tugas rutin sehari-hari juga berpengaruh terhadap kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi. Dukungan sosial turut mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi stres.
Dukungan sosial mencakup: Dukungan emosional, seperti rasa dikasihi. Dukungan nyata, seperti bantuan atau jasa, dan dukungan informasi, misalnya nasehat dan keterangan mengenai masalah tertentu.

- Faktor Individual
Tatkala seseorang menjumpai stresor dalam lingkungannya, ada dua karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya terhadap stresor itu yaitu: Berapa lamanya (duration) ia harus menghadapi stresor itu dan berapa terduganya stresor itu (predictability).

2. Tipe-Tipe Stress Psikologis
- Tekanan
Tekanan bisa timbul dari dalam dan luar diri kita,terkadang tekanan lebih sering timbul dari luar diri kita yaitu semisal dari lingkungan. Baiknya apabila merasa sudah dalam keadaan tertekan kita harus bisa mengutarakannya agar kita bisa terhindar dari keadaan stress tersebut.
- Frustasi
Situasi ini timbul karena suatu kejadian hal yang tidak mengenakan,semisal kita sudah berusaha belajar dengan baik dengan harapan mendapatkan reward (nilai) yang baik atau sesuai dengan usaha yang kita lakukan,tapi pada kenyataannya nilai yang kita dapat malah buruk,itu mengakibatkan diri seseorang frustasi,terkadang menjurus ke perasaan putus asa.
- Konflik
Ini bisa timbul di karenakan dua belah pihak mempunyai satu tujuan hanya jalannya berbeda,ini mengakibatkan seseorang terjebak dalam sebuah konflik dan pastinya hal ini akan membuat seseorang stress. Karena tidak semua orang bisa menghadapi konflik yang iya terima,terkadang membutuhkan pihak ke 3 untuk menyelesaikan konflik yang mereka alami.
- Kecemasan
Ini terjadi karena tingkat panik yang berlebihan dan tak bisa mengontrol paniknya itu, dan dia tidak bisa menghadapi keadaan di sekitarnya.

3. Symptom-reducing responses terhadap stress
Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
- Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
- Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.

4. Pendekatan ‘Problem-Solving’ Terhadap Stress
Terdapat beberapa strategi coping stress yang bisa dilakukan oleh seseorang yang mengalami stress. Menurut Arthur Stone dan Jhon Neale (dalam Benjamin, dkk, 1987) terdapat 8 (delapan) kategori strategi coping stress, yaitu:
Direct action (tindakan langsung) : Individu memikirkan dan mencari pemecahan permasalahannya dan kemudian melakukan sesuatu atau bertindak untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Acceptance (penerimaan) : Individu mampu menerima kenyataan bahwa keadaan stres tersebut telah terjadi dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk menghindari masalah tersebut.
Destruction (pengacauan masalah) : Individu melibatkan diri pada aktivitas lain dan memaksakan diri untuk memecahkan masalah lain.
Situation redefenition (mendefenisikan ulang situasi) : Mendefenisikan situasi dengan memikirkan masalah dengan cara yang berbeda agar situasi stres tersebut menjadi dapat diterima.
Catharsis (katarsis) : Mencari pelepasan emosi sebagai alat untuk mengurangi ketegangan dari stres.
Relaxation techniques (teknik relaksasi) : Merupakan cara untuk mengurangi tekanan yang dialami individu.
Social support (dukungan sosial) : Mencari dukungan sosial, misalnya dari teman, orang yang dicintai, psikolog atau dari lingkungan masyarakat sekitar untuk mengurangi stres.
Religious strategy (strategi keagamaan) : Mencari ketenangan spiritual yang diperoleh dari teman, orang tua atau pemuka agama. Strategi ini dapat ditempuh dengan perilaku seperti berdoa. Berdoa diyakini dapat membuat individu mampu menghadapi berbagai situasi yang penuh tekanan.


Strategi penanganan stres juga dapat digolongkan menjadi mendekat (approach) atau menjauh (avoidance). Strategi mendekat (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapinya secara langsung. Strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stres (Santrock, 1998).





Sumber :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33593/4/Chapter%20II.pdf
http://www.psychologymania.com/2012/12/strategi-coping-stress.html

0 komentar:

Posting Komentar

 
Ms. Sunshine Blogger Template by Ipietoon Blogger Template